Kampung Adat Ciptagelar – Kampung Adat Ciptagelar, Sukabumi – Harmoni Alam, Tradisi, dan Gotong Royong yang Tetap Hidup

Di tengah derasnya arus modernisasi dan digitalisasi, masih ada sebuah kampung yang teguh memegang adat leluhur, hidup selaras dengan alam, dan menjunjung tinggi nilai gotong royong. Kampung Adat Ciptagelar, yang terletak di kawasan Pegunungan Halimun, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, menjadi salah satu oase budaya yang tak hanya bertahan, tetapi juga menginspirasi banyak orang.

Didirikan sejak tahun 1368 M, Ciptagelar merupakan bagian dari komunitas adat Kasepuhan Banten Kidul yang hingga kini mempertahankan sistem kehidupan tradisional berbasis agraris dan spiritual. Lebih dari sekadar kampung adat, Ciptagelar adalah cermin kearifan lokal yang lestari, di mana manusia, alam, dan adat hidup dalam satu harmoni yang utuh.

Tradisi Pertanian yang Menjaga Alam

Ciptagelar dikenal luas karena sistem pertanian padi yang sangat unik dan sakral. Warga kampung ini tidak menggunakan pupuk kimia, pestisida, atau teknologi pertanian modern. Mereka meyakini bahwa tanah, air, dan benih adalah titipan leluhur yang harus dijaga kesuciannya. Itulah sebabnya, hingga kini, sistem pertanian organik dan ramah lingkungan menjadi pilihan utama.

Padi ditanam setahun sekali, mengikuti kalender adat dan petunjuk dari Abah Ugi, pemimpin adat Ciptagelar. Jenis padi yang digunakan adalah varietas lokal yang tidak dimodifikasi secara genetik. Setelah panen, padi disimpan di leuit—lumbung padi tradisional berbentuk rumah panggung yang tidak pernah kosong, sebagai simbol kemakmuran dan ketahanan pangan.

Menariknya, Ciptagelar melarang keras penggunaan mesin saat panen. Semua proses dilakukan secara manual, dari menanam hingga memanen. Ini bukan hanya karena alasan tradisi, tetapi juga bentuk penghormatan terhadap alam. Dalam slot olympus pandangan masyarakat Ciptagelar, alam bukanlah sumber daya yang bisa dieksploitasi, melainkan sahabat yang harus dijaga dan dirawat.

Gotong Royong sebagai Jantung Kehidupan Sosial

Di Ciptagelar, gotong royong bukan sekadar slogan, tetapi benar-benar menjadi jantung kehidupan sosial. Hampir semua kegiatan masyarakat dilakukan secara kolektif, mulai dari membangun rumah, menggarap sawah, hingga menyelenggarakan acara adat.

Salah satu momen paling kuat yang mencerminkan nilai gotong royong adalah saat panen raya. Warga saling membantu tanpa imbalan, bergiliran dari satu sawah ke sawah lainnya. Tidak ada sistem upah, karena mereka percaya bahwa rezeki akan mahjong slot datang dari kebersamaan.

Nilai gotong royong juga terlihat dalam sistem pengambilan keputusan. Semua hal penting dalam komunitas didiskusikan dalam musyawarah adat yang disebut rembug. Keputusan diambil berdasarkan mufakat, bukan suara mayoritas. Hal ini menciptakan rasa keadilan dan kebersamaan yang tinggi di antara warga.

Teknologi Modern: Teman, Bukan Musuh

Meski kuat memegang adat, Ciptagelar tidak menutup diri dari kemajuan. Namun, teknologi modern diintegrasikan dengan bijak dan selektif. Salah satu contohnya adalah kehadiran stasiun televisi lokal bernama CIGA TV dan radio komunitas yang dikelola oleh pemuda adat. Tujuannya bukan untuk mengubah gaya hidup, melainkan untuk menyebarkan nilai-nilai adat dan mendokumentasikan kegiatan kampung.

Listrik pun dihasilkan dari pembangkit mikrohidro buatan sendiri yang ramah lingkungan. Ini membuktikan bahwa tradisi dan teknologi bisa berjalan beriringan, asal tetap berpijak pada nilai dan kearifan lokal.

Pelajaran dari Ciptagelar

Kampung Adat Ciptagelar memberi pelajaran penting bagi dunia yang semakin individualistis: bahwa hidup bisa sederhana, tetapi penuh makna jika dijalani dengan kesadaran, gotong royong, dan rasa hormat terhadap alam serta sesama. Di tengah krisis lingkungan dan sosial global, Ciptagelar berdiri sebagai contoh nyata bahwa kearifan lokal bukanlah masa lalu yang usang, melainkan masa depan yang lestari.

Lebih dari destinasi wisata budaya, Ciptagelar adalah ruang pembelajaran hidup tentang bagaimana manusia bisa hidup berkelanjutan tanpa harus kehilangan jati diri. Sebuah warisan leluhur yang tetap relevan di zaman modern.